Penyesalan
di Ujung Senja
Karya
: Heni Yuliana
Terik
panas mentari kian menyengat, tepat pukul 12.00 Reza dan Koko yang masih duduk
dibangku kelas 9 SMP pulang menuju ke rumah dengan berjalan kaki, meski umur
mereka baru 15 tahun tapi hubungan persahabatannya sudahlah sangat erat.
Reza : Panas amat ya Ko siang ini ?
Koko : Iya, yuk kita mampir ke warung Bu Nani beli
es.
Reza : Oke, tapi kamu yang bayarin ya? Hahaha!
Koko : Baik, aku yang bayarin deh.
Duduklah keduanya di bangku panjang yang ada di
serambi warung Bu Nani.
Reza : Bu... Beli esnya dua.
Bu Nani : Iya nak, kalian mau es rasa apa?
Koko : Jeruk jeruk!
Reza :
kalau aku Teh aja deh.
Bu Nani : Siap!
Koko :
Za, tadi Bu Ismi kasih PR Matematika kan ya?
Reza :
Iya memangnya kenapa Ko? Tumben kamu peduli ke PR? Hehehe
Koko : Ya
peduli lah, begini Za kamu kan jago Matematikanya...
Reza : Iya terus?
Koko : Aku pengin belajar bareng sama kamu ntar
sore dirumahmu, gimana?
Reza :
Emm... Iya boleh (menjawab sembari menundukkan kepala dan dengan wajah yang
nampak murung).
Koko :
Kamu kenapa Za, kok wajahmu murung seperti itu? Kamu nggak suka kalau aku ingin
belajar denganmu?
Reza : Bukan
seperti itu Ko, kamu kayak baru kenal aku dan keluargaku saja. Ayah tiriku kan
kurang suka kalau aku bawa teman ke rumah.
Koko
: Iya udah... gimana kalau kamu saja
yang kerumahku?
Reza :
Baiklah, biar nanti sore aku saja yang ke rumahmu (mereka saling bertatapan
tanda setuju lalu meminum segelas air es yang telah dibuatkan Bu Nani).
Koko
: Oh iya biar aku saja yang bayarn
esnya yah?
Reza : Mau
nyogok nih ceritanya?
Koko
: Eh kamu ini, jangan suudzon... Aku
kan memang sahabat yang baik hehehe
Reza :
Dasar! Hahaha, makasih ya Ko...
Koko
: Iya sama-sama.
Reza : Yuk
kita pulang!
Koko : Yuk!
Bu Nani makasih, kita pulang...
Bu
Nani : Iya nak sama-sama, hati-hati dijalan...
Sesampainya di
pertigaan jalan mereka akhirnya berpisah untuk menuju rumah mereka
masing-masing.
Lalu sampailah Reza dirumahnya yang sederhana dan
harus menemui seisi penghuni rumah itu.
Reza : Assalamualaikum...
Ayah tiri : Walaikumsalam! (dengan suara tegas).
Reza : Ibu dimana Yah?
Ayah tiri : Ibumu sedang menyiapkan minum untuk Ayah
di dapur, memangnya ada apa?
Reza :
Nggak ada apa-apa, aku cuma mau minta izin nanti sore aku mengerjakan tugas
sekolah dirumah Koko.
Ayah
tiri : Halah alasan saja kamu ini, kamu
cuma mau mainan kan diluar sana?!
Reza :
Sumpah, aku gak bohong Ayah...
Lalu
munculah sang Ibu dari pintu dapur yang sederhana itu.
Ibu
Reza : Ada apa ini? Baru pulang sekolah
kok sudah ribut-ribut? (sembari meletakkan secangkir kopi dimeja yang tepat
berada dihadapan Ayah yang sedang duduk).
Ayah
tiri : Itu loh bu anakmu!
Ibu
Reza : Anak kita...
Ayah
tiri : Masa, baru saja pulang langsung minta izin mau pergi lagi, dia kan anak
laki-laki semestinya dia bantu dulu pekerjaan Ayahnya.
Ibu
Reza : Sudahlah Ayah jangan seperti itu,
dia kan masih anak-anak.
Ayah
tiri : Kamu itu bu, selalu saja memanjakannya!
Ibu
Reza : Oiya nak memangnya kamu ini
meminta izin karena mau kemana?
Reza :
Aku Cuma ingin pergi ke rumah Koko untuk mengerjakan tugas sekolah bu.
Ibu
Reza : Oh... Baiklah Ibu izinkan, tapi
lebih baik sekarang kamu ganti pakaian dulu, cuci tangan, cuci kaki, sholat
lalu makan siang ya nak...
Reza
: Iya bu terimakasih.
Tepat pukul 15.00 WIB tibalah Reza di rumah Koko,
sambil menggendong tas lalu menekan bel pintu rumah Koko yang mewah.
Koko : Hey Reza, kamu udah sampai rupanya, ayok
silahkan masuk.
Reza : Assalamualaikum (sembari melangkahkan
kakinya ke dalam rumah).
Koko : Walaikumsalam.
Baru beberapa langkah berjalan, ditemuilah Ibunya
Koko yang sedang menonton televisi di ruang tengah.
Ibu Koko : Hey nak Reza sudah sampai rupanya.
Reza : Iya bu (sembari mencium tangan Ibunya Koko).
Ibu Koko : Bagaimana kabar Ibumu nak?
Reza : Alhamdulillah sehat bu.
Koko : Sudahlah Ibu, kita mau ngerjain tugas nih.
Ibu Koko : Iya anakku yang pintar (dengan nada
bercanda).
Koko : Ah Ibu bisa saja meledek aku.
Ibu Koko hanya membalas dengan senyum lalu berlalu
meninggalkan mereka, namun tak lama kemudian kembali lagi membawakan minuman
dan biskuit.
Ibu Koko : Silahkan nak dimakan cemilannya.
Reza : Terimakasih bu nggak perlu repot-repot.
Ibu Koko : Gak apa-apa nak Reza, cuma cemilan saja
kok.
Koko : Iya Za, silahkan dimakan.
Reza : Iya Ko terimakasih.
Ibu Koko : Iya sudah kalian fokus belajar ya, Ibu
tinggal ke dapur.
Koko : Iya bu.
Reza : Ibumu baik sekali ya Ko?
Koko :
Iya Alhamdulillah.
Reza : Ayahmu dimana, dari tadi aku gak ketemu?
Koko : Ayahku lagi ada tugas pekerjaan di luar
kota.
Reza : Oh begitu... Kamu gak ikut Ko? Hehehe
Koko :
Enggaklah, kan aku harus sekolah. Lagian nanti kamu gak ada temennya lagi,
hehehe
Reza : Idiihh... kamu ini.
Waktu terus berjalan, hingga akhirnya mereka pun
selesai mengerjakan PR.
Reza : Udah sore nih Ko... Aku harus pulang.
Koko : Iya sudah kalau begitu.
Reza : Ibumu dimana, aku mau pamit.
Koko : Sebentar ya aku panggilin dulu.
Reza :
Iya.
Ibu Koko : Nak Reza udah mau pulang ya?
Reza : Iya bu, makasih biskuitnya ya bu hehehe
Ibu Koko : Iya sama-sama nak.
Reza : Iya sudah aku pulang dulu ya Ko, Ibu...
Koko : Makasih ya Za udah mau belajar bareng,
kapan-kapan main kesini lagi loh..
Reza :
InsyaAlloh Ko, Assalamualaikum
Koko & Ibu Koko : Walaikumsalam
Sampailah Reza dirumahnya.
Reza : Assalamualaikum
Ibu Reza : Walaikumsalam nak, sudah pulang rupanya?
Reza : Iya bu.
Ibu Reza : Gimana belajarnya tadi disana?
Reza : Lancar-lancar saja bu, Ibunya Koko juga baik
dari dulu bu.
Ibu Reza : Syukurlah kalau begitu.
Reza : Ayah dimana bu?
Ibu Reza : Ada, dibelakang sedang memilah kayu bakar
hasil mencari tadi di hutan.
Reza :
Iya sudah biar nanti aku bantu Ayah.
Ibu Reza : Nggak usah nak, kamu istirahat saja
sekarang kasihan kamu pasti capek.
Reza : Baiklah bu...
Ibu
Reza : Oh Iya, Ibu nanti malam mau menginap dirumah nenek, sudah lama Ibu ngga
berkunjung kesana.
Reza :
Baiklah bu, hati-hati disana ya...
Ibu
Reza : Iya nak kamu tenang saja.
Tepat pukul 19.00 Ayah tiri Reza nampak terduduk
dibangku kayu yang cukup tua di depan rumahnya dan sempat berbicara seorang
diri.
Ayah
tiri : Ah sial! Penghasilanku saat ini benar-benar berkurang! Apa yang harus
aku perbuat?! Semua ini karena anal tiriku Reza yang boros meminta ini itu
untuk keperluan sekolahnya.
Coba saja kalau gak ada dia pasti aku gak akan sesusah payah kayak sekarang! Aku bisa bersenang-senang diluar sana, berjudi dengan kawan-kawanku.
Coba saja kalau gak ada dia pasti aku gak akan sesusah payah kayak sekarang! Aku bisa bersenang-senang diluar sana, berjudi dengan kawan-kawanku.
Lalu munculah Reza dari pintu yang berada di samping
bangku panjang yang di duduki Ayah tirinya.
Reza : Ayah... sudah larut malam, sebaiknya Ayah
masuk, diluar sangat dingin.
Ayah tiri : Kamu ini anak kecil tau apa?!
Reza : (hanya menundukkan kepala).
Ayah
tiri : Enak ya kamu ingin apa-apa tinggal minta uangku, sebagai gantinya kamu
harus bereskan kayu-kayu bakar di belakang rumah, jangan injakkan kakimu ke
dalam rumah jika pekerjaanmu belum selesai!
Reza :
Tapi Ayah... sekarang sudah larut malam.
Ayah
tiri : Jangan membantah!
Reza
: Baiklah Ayah (dengan langkah penuh
kepasrahan Reza lalu menuruti perintah Ayah tirinya).
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 22.00, pekerjaan
Reza baru saja ia selsaikan dan ia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah,
sesuai perintah Ayah tirinya.
Dua tahun kemudian, Reza telah nampak dewasa dan
kedua orang tuanya pun menjadi semakin tua, namun meski demikian hal itu tidak
merubah sifat mereka.
Kala itu ketika malam tiba dengan langkah
sempoyongan Ayah tiri Reza pulang ke rumah setelah seharian tanpa kabar.
Ayah tiri : Bu...! Ibu..!! Bukakan pintu, cepat!
(teriaknya di depan pintu)
Ibu Reza : Astaghfirulloh Ayah kenapa mabuk lagi?
(ucapnya dengan nada sedih).
Ayah tiri : Ah itu bukan urusanmu! Kamu urusi saja
anakmu yang manja itu.
Lalu keluarlah Reza dari dalam kamarnya.
Reza : Ada apa ini bu?
Ibu Reza : (hanya menangis dan memeluk Reza).
Reza : Ayah itu tak sepatutnya berbicara seperti
itu kepada Ibu.
Ayah tiri : Halah kamu ini anak kecil tau apa!
Ibu Reza : Sudahlah nak... Jangan kamu lawan Ayahmu,
nggak baik.
Ayah tiri : Dengarkan perkataan Ibumu Za!
Reza
: Ayah gak sepantasnya berbuat
seperti itu terus. Ayah sudah tua semestinya Ayah lekas bertaubat.
Ayah
tiri : Kamu ini nyumpahin Ayahmu ini cepat mati untuk menyusul Ayah kandungmu
yang dulu sok alim itu?! Hah?! Sungguh anak gak tau diri kamu itu!
Ibu
Reza : Astaghfirullohaladzim Ayah cukup! (teriaknya sambil menangis).
Kemudian Ayah tiri Reza berlalu menuju kamar tempat
tidurnya dengan sempoyongan tanpa memikirkan anak istrinya.
Reza : Mungkin sebaiknya kita tinggalkan Ayah bu.
Ibu Reza : Maksudmu bagaimana nak? (dengan wajah
keheranan).
Reza :
Iya kita tinggalkan Ayah sendiri saja dirumah.
Ibu Reza : Jangan seperti itu nak, meskipun begitu
ia teatap Ayahmu.
Reza
: Tapi aku gak tahan melihat
kelakuan Ayah yang seperti itu terus bu. Aku juga gak tega lihat ibu selalu
diperlakukan gak baik sama Ayah, dan mungkin dengan seperti itu Ayah bisa
menjadi sadar dan taubat.
Ibu
Reza : Baiklah nak... Ibu turuti kemauanmu sekarang, kita bicarakan masalah ini
lagi besok.
Reza :
Iya bu.
Pagi hari pun tiba, Ibu Reza dan Reza pun sibuk
membereskan pakaiannya masing-masing, menyiapkan segala keperluan yang akan di
bawa pergi dari rumah.
Reza :
Apakah Ibu sudah siap?
Ibu Reza : Sudah nak, tapi perasaan Ibu sedikit gak
tega kepada Ayahmu.
Reza :
Ah sudahlah bu, kita seperti ini kan juga untuk menyadarkan Ayah, kita pergi cuma
sementara.
Ibu
Reza : Iya sudah...
Baru saja mereka melangkahkan kaki, tiba-tiba terdengar
seseorang berteriak minta tolong dari kamar tempat Ayah tirinya beristirahat.
Ayah tiri : Ibu.... Reza...?! Tolong Ayah...
Ibu Reza : Apa yang terjadi dengan Ayah nak?
Reza : Ayok bu kita lihat Ayah.
Kemudian sampailah mereka di dalam kamar sang Ayah
tiri, terlihat ia sedang terkapar lemas sembari memegang dadanya dan tampak
menahan rasa sesak.
Ibu Reza : Ayah kenapa? (tanya bercampur tangis).
Ayah tiri : Dadaku sakit sekali (dengan suara
terbata-bata).
Reza : Sebaiknya kita bawa Ayah ke Rumah Sakit
sekarang bu.
Ibu Reza :
Iya nak, kamu benar.
Tibalah mereka di sebuah Rumah Sakit, suasana cemas
tampak menyelemuti di depan ruang Ayah tirinya yang tengah ditangani oleh
dokter.
Cukup lama Ayah tirinya tak sadarkan diri hingga
pada sore harilah ia baru tersadar, dan Dokter pun keluar dari ruang perawatan.
Dokter : Ibu...
Ibu Reza : Iya, bagaimana suami saya dok?
Reza : Iya
dok? (dengan wajah penuh harapan).
Dokter
: Maaf bu, kondisi pasien saat ini sudah sangat tidak memungkinkan, akibat
terlalu banyak mengkonsumsi minuman keras.
Ibu
Reza : Lalu bagaimana?
Dokter
: Sebaiknya kalian temui pasien
dikamar saat ini, mungkin untuk yang terakhir kalinya.
Ibu
Reza : Ya Alloh... (menangis terisak).
Reza :
Sabar bu... Yang tenang.
Lalu masuklah mereka ke dalam kamar tempat Ayah
tirinya dirawat.
Ayah
tiri : Reza... Ibu... Maafkanlah aku yang selama ini selalu berbuat kasar
kepada kalian. Sekali lagi maafkan Ayah nak, Ayah sungguh menyesal.
Reza :
Aku sudah memaafkan Ayah, aku ikhlas.
Ibu
Reza : Iya Ayah, kita sudah memaafkan Ayah (sambil menangis).
Ayah
tiri : Ayah sudah tidak kuat.
Ibu
Reza : Ya Alloh...
Reza
: Mari aku tuntun Ayah melafalkan
syahadat, Asyhadu an-laa ilaaha illalloh
Ayah
tiri : Asyhadu an-laa ilaaha illalloh.
Reza :
Wa asyhadu anna Muhammadan rasululloh.
Ayah
tiri : Wa asyhadu anna Muhammadan rasululloh (dengan terbata-bata).
Seketika kedua bola mata Ayah tirinya tertutup untuk
selama-lamanya, penyesalan pun terkubur bersamanya.
Sinopsis
Penyesalan di Ujung Senja
Reza adalah seorang anak laki-laki yang terkahir dari
keluarga yang sederhana, lain halnya dengan sahabatnya yang bernama Koko yang
berasal dari keluarga kaya.
Reza anak semata wayang, saat ini ia tinggal bersama dengan Ibu dan Ayah tirinya. Reza dan Ibunya sama-sama memiliki sifat baik dan lembut, sangat bertolak belakang dengan Ayah tirinya yang mempunyai sifat kasar dan suka melakukan hal-hal buruk.
Reza anak semata wayang, saat ini ia tinggal bersama dengan Ibu dan Ayah tirinya. Reza dan Ibunya sama-sama memiliki sifat baik dan lembut, sangat bertolak belakang dengan Ayah tirinya yang mempunyai sifat kasar dan suka melakukan hal-hal buruk.
Hingga pada suatu hari
Ayah tirinya tiba pada masa ajalnya, ia meninggal karena terlalu banyak
mengkonsumsi miras.
Dan ia baru merasa menyesal lalu sadar ketika nyawanya sudah di ujung tanduk, meski begitu Reza dan Ibunya tetap ikhlas memaafkannya.
Dan ia baru merasa menyesal lalu sadar ketika nyawanya sudah di ujung tanduk, meski begitu Reza dan Ibunya tetap ikhlas memaafkannya.
Biodata
Penulis
Heni Yuliana lahir di Cilacap, 3 Juli
1995. Menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 04 Adimulya, Sekolah Menengah Pertama
di selsaikannya di SMP N 1 Wanareja dan lulus tahun 2011, kemudian lanjut ke
SMK N 1 Wanareja. Pada tahun 2015 Penulis melanjutkan studi ke Universitas
Galuh Ciamis pada Program Studi Pendidikan Sastra dan Bahasa Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Saat ini Penulis
bergiat pada Komunitas Cipta Sastra Indonesia Prodi Diksatrasia, dan Kelompok
Musikalisasi Puisi “Melody Pelita”.
Karya Kreatif yang dipublikasikan yaitu Sajak Pelangi yang diterbitkan pada tahun 2015.
Penulis juga pernah menulis Cerpen yaitu : Pagi Tak Kunjung Tiba (2015).
Karya Kreatif yang dipublikasikan yaitu Sajak Pelangi yang diterbitkan pada tahun 2015.
Penulis juga pernah menulis Cerpen yaitu : Pagi Tak Kunjung Tiba (2015).
TOKOH
1. Reza : Usia 15 tahun, pelajar SMP; Baik dan
sopan.
2. Ibu
Reza : Usia 43 tahun, Ibu rumah tangga;
Baik dan penyayang.
3. Ayah
tiri : Usia 50 tahun, penjual kayu
bakar; Jahat, kasar dan pelit.
4. Koko : Usia 15 tahun, pelajar SMP; Baik.
5. Ibu
Koko : Usia 44 tahun, Ibu rumah tangga;
Baik.
he ini agak sma kyk teks derama buatan Sya sendiri... tp bedanya ini ada di google punya sya udh sya tulis di buku... :(( agak* ada yg mirip sih
BalasHapus