Senin, 12 Oktober 2015

Cerpen "Pagi Tak Kunjung Tiba"


Pagi Tak Kunjung Tiba
Karya : Heni Yuliana

Ketika sunyi malam tiba suara jemari yang sedang mengetik pada keyboard laptop masih nyaring terdengar, entah apa yang membuat jemari seorang gadis itu nampak begitu sibuk. Lain halnya dengan orang-orang yang lebih memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya setelah seharian beraktifitas.
Gadis itu bernama Liana, ia adalah seorang mahasiswi di sebuah Universitas swasta yang berada di Jabar. Liana bertempat tinggal di Jawa Tengah, karena jarak dari rumah tempat tinggalnya dengan kampus cukup jauh, maka dia memutuskan untuk kost. Ini adalah pengalaman pertamanya tinggal jauh dari orang tua, karena sebelumnya ia bersekolah tidak pernah jauh dari rumah apalagi sampai keluar dari wilayah provinsi seperti sekarang ini.
Liana gadis yang cukup manja, karena ia adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Ini adalah kali pertamanya ia tinggal jauh dari orang tuanya jadi ia belum merasa cukup betah untuk berlama-lama di tempat kostnya. Setiap libur kuliah pasti ia selalu memutuskan untuk pulang kerumahnya.
“bangun Liana.. udah siang nih, kita kan ngampus pagi hari ini” suara Putri teman satu kamarnya yang membangunkan Liana untuk bergegas bangun, “hoooamm.. iya iya” jawaban Liana dengan nada malasnya. Setelah 15 menit berlalu akhirnya Liana selesai juga mandi, berdandan dan sarapan bersama dengan Putri.
Putri adalah teman Liana yang ia kenal saat duduk dibangku kelas 9 di SMP dekat rumahnya, dan kebetulan mereka juga satu sekolah ketika di SMK. Jadi mereka sudah cukup akrab dan tidak canggung apa bila melakukan hal bersama-sama, layaknya sudah seperti saudara sendiri.
Putri juga tidak jauh berbeda pengalamannya dengan Liana, dia baru kali ini tinggal berjauhan dari orang tuanya.
            Setibanya di Kampus, mereka langsung menuju kelas, dan kebetulan mereka saat ini satu kelas. Teman satu kelas sampai ada yang menilai bahwa Putri dan Liana ini tidak bisa dipisahkan, “aku pengin deh sekali-kali bikin kalian berantem, kayaknya seru hehehe ..” itulah kalimat candaan yang pernah diucapkan oleh salah seorang teman mereka yang melihat begitu akrabnya Liana dan Putri. Waktu kuliah selalu berjalan dengan lancar, tapi terkadang Liana merasa jenuh karena ia rasa kegiatannya cukup monoton setiap harinya.
Selama di tempat kost ia selalu lebih nyaman tidak kemana-mana, karena Liana tidak terlalu senang bepergian seperti teman-teman sebayanya. Paling hanya sekedar tidur, mengerjakan tugas, lalu main internet dan selalu seperti itu.
Setiap hari senin sampai rabu dia kuliah, karena hari kamis sampai minggu libur maka ia memutuskan untuk pulang pada rabu sore, dan berangkat lagi hari minggu sore.
Pulang pergi dia selalu menggunakan kendaraan umum, karena orang tua Liana belum mengizinkanya membawa motor sendirian, padahal jarak dari rumah ke Kampus kurang lebih hanya dua jam. Karena Liana terbilang seorang gadis yang cukup nurut akan keputusan orang tuanya, maka ia selalu patuh pada apa yang kedua orang tuanya sampaikan.
“Bapak tolong jemput Liana di pertigaan” pesan singkat seperti itu yang selalu ia kirim melalui ponselnya kepada bapaknya sebelum ia turun dari bis.
“Alhamdulillah.. sampai juga kamu nak dirumah ..” begitulah sapa ibu Liana yang menyambutnya di rumah, “iya bu ..” jawab Liana sembari bercium tangan.
Kegiatan ia dirumah tidak jauh berbeda dengan apa yang ia kerjakan sewaktu di tempat kost, lebih senang dirumah berkumpul dengan keluarga, seringnya ia keluar rumah apabila ada hal penting saja atau sekedar mencari hiburan sebentar bersama kakaknya. Dilingkungannya Liana dikenal sebagai gadis yang pendiam, tapi ia cukup sopan kepada orang-orang yang lebih tua di sekelilingnya.
Di sisi lain Liana juga mempunyai beberapa kebiasaan, yang pertama yaitu ia tak pernah lepas dari yang namanya mendengarkan musik, kemana pun dan dimana pun ia berada pasti ia selalu ditemani dengan iPod dan headseat untuk menenmaninya ketika ia merasa jenuh. Dia lebih senang mendengarkan musik untuk menghilangkan penatnya. Karena saking senengnya mendengarkan musik di waktu luangnya, sampai-sampai hampir setiap 3 bulan sekali ia harus membeli headset, seringnya pasti rusak dan hanya bunyi sebelah, “ya Tuhan .. kuping boros emang nih” gumam Liana setiap tahu headsetnya rusak.
Kebiasaan yang kedua yaitu Liana sangat sulit tertidur di malam hari, kebiasaan dia yang kali ini sering kali membuat Liana memberontak dalam hati, “Liana ! cobalah kamu buang kebiasaan burukmu itu !” nada tinggi ibunya ketika memperingatkan kepada Liana, “kebiasaan buruk apa bu ?” Tanya Liana dengan suara pura-pura tidak tahu, “berhenti begadang sampai larut malam, itu gak baik buat kesehatan kamu nak” kata ibunya, “iya bu, sebenernya aku juga gak mau kayak gini tapi gak tau kenapa aku susah tidur kalo malem, udah bawaan kali” jawab Liana mulai kesal, “ibu gak mau kamu nantinya mengganggu teman-temanmu yang sedang beristirahat..” tegas ibunya, Liana pun menjawab “ya ampun bu .. ya gak mungkin lah” dan ibu mencoba mengingatkannya lagi “ibu lihat kamu selalu main internet sampai larut malam”, dengan nada sabar Liana menjawab lagi “tenang saja bu .. main internet itu gak ganngu orang, kalo mereka gak merespon atau kita gak nanya ya gak akan terjadi komunikasi”.
Tidak hanya ibunya saja yang berulang kali memperingatkan Liana untuk tidak membiasakan hal itu, tapi teman-teman di sekitarnya pun sering mengingatkan.
Malam terus berjalan seiring dengan larutnya lamunan Liana, satu hal yang membuat ia terbiasa berteman dengan gelapnya malam yaitu karena ada rasa sedih, kecewa, dan sakit hati yang menimpa dirinya. Sewaktu duduk dibangku SMK ia sempat menjalin hubungan dengan seorang teman lelakinya yang sama-sama masih kelas 3 SMK. Hubungan itu berjalan kurang lebih 6 bulan, memang itu adalah waktu yang sangat singkat bagi seseorang yang tidak mengharapkan adanya perpisahan.
Dulu hubungan itu berjalan dengan baik selayaknya pasangan kekasih pada umumnya, tidak jarang pula hubungan Liana dengan kekasihnya yang bernama Yoga ini membuat teman-teman sebayanya iri, dan sahabat-sahabat Liana pun tidak menyangka jika hubungan mereka akan berakhir sesingkat itu.
Liana saat itu merasa sangat bahagia karena itu pertama kalinya Liana di izinkan untuk dekat dengan seorang teman lelaki oleh orang tuanya, selain itu kehadiran Yoga juga dapat memotivasinya untuk rajin belajar.
Yoga berasal dari dari keluarga yang cukup terpandang, lain halnya Liana yang berasal dari keluarga yang sederhana.Yoga adalah teman lelaki yang baik bagi Liana, ceria, patuh kepada orang tua, tidak sombong, dan setia. Karena itulah Liana menaruh perasaan yang lebih kepadanya, dia selalu membuat Liana terhibur ketika sedang sedih, begitu pula sebaliknya Liana juga senantiasa menghibur Yoga ketika ia tampak murung. Yoga mempunyai hobi dalam dunia musik, menurutnya hobi yang ia geluti itu lebih baik dilakukan untuk mengisi waktu luangnya selain harus belajar daripada hanya nongkrong dipinggir jalan yang membuat orang lain menilai kurang baik dalam pergaulannya.
Sewaktu itu ia membuat sebuah grup band dengan beberapa teman sebayanya, “Liana…maaf ya aku harus pulang sekarang, aku disuruh ibu mengantarkannya belanja” begitu tutur Yoga saat ia baru saja mengantar Liana pulang dari sekolah, Liana hanya tersenyum dan berucap “Iya hati-hati yah ..”. Karena hubungan mereka cukup dekat Liana pun mengetahui bahwa perkataan Yoga itu bohong, sebenarnya Yoga akan pergi bermain dengan teman-temannya bermain musik, tapi Liana hanya diam saja karena ia memaklumi bahwa Yoga juga berhak untuk menjalani hobinya selama itu hal yang positif.
Yoga juga terpaksa berbohong karena ia takut Liana kecewa dan merasa dinomorduakan dengan hobinya. Sebelum Yoga pergi ia juga sempat berkata “Aku janji akan ku temui kamu nanti malam”, lalu Liana membalasnya lagi-lagi dengan senyuman dan berkata “Iya Yoga terimakasih, aku tunggu kamu …”, sebelum berlalu Yoga pun berpamitan “Ya sudah aku pulang dulu ya, Assalamualaikum ..”, Liana menjawab “Walaikumsalam ..”.
Selang waktu berlalu, setelah kelulusan SMK, Yoga berniat melanjutkan ke dunia kerja, meskipun ia berasal dari keluarga yang cukup mapan namun ia bercita-cita untuk menjadi seorang pengusaha yang mandiri, oleh karena itu ia bekerja untuk mencari modal dem mendirikan usaha yang ia mau tanpa merepotkan kedua orang tuanya.
Sedangkan Liana masih bingung apakah ia harus bekerja atau melanjutkan untuk kuliah.
Kerenggangan pada hubungan mereka mulai timbul ketika Yoga memutuskan untuk mencari pekerjaan, hingga pada suatu malam Yoga menemui Liana yang sedang berada di rumah, di akhir pertemuan mereka Yoga sempat berucap “Liana… kamu jangan terlalu sering merindukan aku ya saat kita berjauhan nanti, aku takut hal itu membuatku nggak betah disana”, dengan sedikit senyumanYoga lalu memeluk Liana karena tak mampu menatap kemurungan kekasih yang akan ia tinggalkan, dengan mata berkaca-kaca Liana tak sanggup untuk menjawab ucapan Yoga, ia hanya mampu membalas pelukannya.
Pyaaaaaarrr !!! Suara gelas kaca yang pecah terjatuh dari genggaman jemari Liana yang ketika itu dikagetkan oleh kabar seorang temannya melalui ponsel yang saat itu ia raih dari meja di kamarnya, teman Liana dan Yoga itu sengaja menelfon Liana untuk memberi kabar duka bahwa Yoga telah tiada selang sehari setelah pertemuan mereka, karena Yoga mengalami kecelakaan saat ia sedang menuju ke Jakarta untuk mencari pekerjaan dengan menggunakan bis angkutan umum. Kecelakaan itu terjadi pada malam hari, karena supir bis mengantuk maka terjunlah bi situ ke dalam jurang, dan Yoga adalah salah satu korban dari kecelakaan tersebut.
Tersentak hati Liana mendengar kabar buruk itu, jeritan dan isak tangis tak terbendung lagi, ia merasa dunia ini telah runtuh, pijakan kakinya di lantai terasa melemah, kedua telapak tangannya pun tak kuasa membendung derai air mata yang mengalir. Liana tak pernah menyangkan bahwa pertemuannya kemarin adalah pertemuan yang terakhir untuk mereka.
Ibu Liana yang saat itu berada di dapur bergegas menuju kamar Liana karena kaget mendengar gelas terjatuh dan di susul dengan suara tangis. Dengan terburu-buru Ibu Liana memeluk anak gadisnya yang hamper terkulai di atas lantai, dengan sabar ia menuntun Liana agar terduduk di atas tempat tidur dan menanyai apa yang sebenarnya telah terjadi sehingga Liana tampak begitu terpukul dalam kesedihannya.
Dengan terisak perlahan Liana pun membuka mulutnya dan mengucapkan sekelumit kalimat “Ibu… Yoga udah nggak ada ..”, belum sempat Ibunya menjawab dengan erat mereka berpelukan, sebagai seorang Ibu ia akan selalu berusaha menguatkan perasaan anaknya yang sedang rapuh.
Selang waktu berlalu tepat pada hari ulang tahun Liana yang ke 19 setelah 1 bulan meninggalnya kekasihnya ia dikejutkan dengan pemberian salah seorang teman Liana yang bernama Riko yang tidak lain juga merupakan teman Yoga yang pernah menjadi salah satu personil grup band yang Yoga buat. “Liana… aku ingin memberikan sesuatu untukmu” itulah ucap Riko pertama kali saat menemui Liana yang sedang tertunduk layu di sebuah taman dekat rumahnya, tempat itu dulu sering dijadikan tempat bercengkrama dan bercanda antara Liana dan Yoga, jadi tidak heran jika Liana sering mengunjungi tempat itu kala ia sedang merindukan sosok Yoga disampingnya. Lalu dengan nada yang sedikit terkagetkan, ia menjawabnya “Ini apa Riko ? Dari siapa kado ini ??” Liana menjawab sembari mengulurkan tangannya untuk menerima kado yang Riko berikan, sebelum Riko menjawab pertanyaan Liana, ia memutuskan untuk duduk di sampingnya, “Begini Liana … Dulu sebelum Yoga pergi meninggalkan kita semua, dia sempat menitipkan kado ini padaku, ia berpesan bahwa aku harus memberikan kado ini tepat di hari ulang tahunmu, sesuai dengan permintaannya maka aku berikan kado ini sekarang untukmu”. Dengan tatapan keheranan disusul dengan setetes air mata yang tak lagi mampu terbendung yang sudah tertahan cukup lama saat ia mendengar semua penjelasan Riko sedari awal, dengan mata berkaca-kaca ia berkata “Terimakasih Riko kamu telah memberikan ini padaku, sejujurnya aku sangat merindukan Yoga, andai saja dia masih ada disini pasti hari ini akan menjadi hari terindah dalam hidupku”.
Dengan penuh keraguan akhirnya Riko memutuskan untuk mengusap bahu Liana yang saat itu dirinya tampak tertunduk dan sangat bersedih, dengan niat menghibur Riko berucap “Sudahlah Liana… Biarkan hal itu berlalu, ikhlaskan kepergiannya jangan sampai ia ikut bersedih disana karena melihatmu terpuruk seperti ini”, Liana pun menjawab dengan senyum tipis di bibirnya “Iya Riko terimakasih yah…”.
Sebelum berucap Riko pun melepas telapak tangannya dari bahu Liana dan melanjutkan perbincangan yang lain yang membuat keduanya saling bercanda dan tertawa sampai lupa akan kesedihan yang sempat ada, hingga tiba pada percakapan mereka yang terakhir, Riko berkata “Liana sebaiknya kamu pulang sekarang karena aku lihat dirimu lelah dan kurang istirahat”, dengan ceria Liana menjawab “Oke Riko aku pulang duluan ya … sampai ketemu lagi”, Riko membalas ucapan Liana “ iya sampai ketemu juga”.
Setibanya di rumah, Liana bergegas masuk ke kamarnya dengan rasa penasarannya akan isi kado yang ia peroleh dari mantan kekasihnya yang telah tiada. Perlahan ia mulai membuka isi kotak kado itu, di dalamnya ia melihat ada sebuah iPod alat pemutar music dan secarik surat yang bertuliskan “Pada ulang tahun mu hari ini aku berdoa, agar pelangi dan dunia tersenyum untukmu dan senantiasa setia menemanimu karena tak setiap waktu aku berada disisimu. Aku sengaja menitinpkan kado ini kepada temanku, karena aku takut tak sempat memberikan kado sederhana ini secara langsung untukmu, aku harap kamu menyukai pemberianku, dalam iPod ini aku mengisikan sebuah lagu yang sengaja aku ciptatakan untukmu jauh sebelum kepergianku.
Liana… Semoga kamu panjang umur untuk melihat semua kenangan indah yang telah Tuhan siapkan untukmu. Selamat Ulang Tahun dan bahagia Liana”.
Liana yang semula membacanya sambil berdiri disamping tempat tidur, kini dia mulai merasa lemas dan terduduk tak kuasa menahan haru dan rasa kehilangan yang amat mendalam pada dirinya.
Lalu didengarkanlah lagu yang terdapat pada iPod yang ia terima, seutas lirik yang ada yaitu
“Tersenyumlah kasihku meski ku tak selamanya     menemanimu
              Percayalah namamu kan selalu ada di sanubariku
              Jika suatu saat kita terpisah
              Yakinkanlah pada hatimu
              Bahwa kita akan dipertemukan kembali
              Di tempat yang lebih indah …”
            Semenjak kejadian itu Liana semakin merasa belum sanggup untuk merelakan kepergian Yoga, maka timbulah kebiasaan buruk yang ada pada dirinya ia sering begadang hingga larut malam hanya untuk melamun atau merenung dan sering menghabiskan waktu luangnya untuk mendengarkan musik yang salah satunya yaitu lagu ciptaan Yoga.
            Selama ia merenungi segala cobaan yang menimpa dirinya ia selalu merasa bahwa malam hari terasa lebih panjang dibandingkan siang hari yang ia lewati, karena suasana malam hari lebih sunyi dibandingkan siang hari maka Liana lebih mudah terbawa suasana untuk melamun, merenung atau sebagainya dan hal itu terasa sangat sulit dihindari oleh dirinya. Satu-satunya jalan untuk mengalihkan kebiasaan buruknya yaitu dia memilih bermain internet seperti membuka sosmed di malam hari daripada harus melamuni hal yang membuatnya semakin terpuruk. Dia selalu ingin cepat-cepat menemui datangnya pagi agar ia dapat sesegera mungkin melupakan segala keluh kesah dan kesedihan yang ia rasakan yang menimpa pada dirinya. Pada siang hari ia merasa lebih damai karena pasti akan ada orang lain di sampingnya untuk menemani dan membantunya untuk mengalihkan segala ingatannya tentang masalahnya.
           




Tidak ada komentar:

Posting Komentar