Senin, 26 Oktober 2015

Puisi "Doa dalam Sujud"

Doa dalam Sujud
Karya : Heni Yuliana


Beban di pundak terasa semakin berat
Beribu permasalahan bermuara dalam penat
Inginku rasanya berlari
Namun ku sadar hal itu takkan menyudahi

Tak hentinya doa ku panjatkan pada yang Kuasa
Bersujud penuh iba
Memohon petunjuk terbaik
Agar hidup terasa tak begitu pelik

Senin, 19 Oktober 2015

Makalah Kurikulum dan Pembelajaran Teori Behaviorisme & Gestalt

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Teori-teori belajar bermunculan seiring dengan perkembangan teori psikologi. Diantaranya yaitu teori belajar yang terkenal adalah teori belajar behaviorisme dan teori belajar Gestalt dengan tokohnya B.F. Skinner, Thorndike, Watson, Kohler, Esa NW, dan lain-lain. Dikatakan bahwa, teori-teori belajar hasil eksperimen mereka secara prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.
               Pengajaran  identik dengan pendidikan. Proses pengajaran adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan pendidikan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas mengajar belajar, di dalamnya terdapat dua obyek yang saling terlibat yaitu guru dan peserta didik.
              
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien. Dalam makalah ini akan menjelaskan tentang teori belajar Behaviorisme dan teori belajar Gestalt.





1.2  Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini tidak lari dari sub pembahasan ada baiknya pemakalah rumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain :
1.      Apa pengertian teori belajar behaviorisme?
2.      Apa saja prinsip-prinsip dalam teori behaviorisme?
3.      Siapa saja tokoh-tokoh aliran behaviorisme?
4.      Apa kelemahan teori behavioristik?
5.      Apa kelebiahan teori behavioristik?
6.      Bagaimana implikasi teori belajar behaviorisme terhadap evaluasi pendidikan?
7.      Apa pengertian teori belajar Gestalt?
8.      Apa saja hukum-hukum Gestalt?
9.      Apa saja prinsip-prinsip Gestalt?
10.  Bagaimana konsep belajar menurut teori Gestalt?
11.  Bagaimana penerapan teori belajar Gestalt dalam KBM?
12.  Apa kelebihan dan kekurangan teori belajar Gestalt?









1.3  Tujuan Penulisan Makalah
1.      Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan pengertian teori belajar behaviorisme.
2.      Mahasiswa mampu menyebutkan prinsip-prinsip dalam teori behaviorisme.
3.      Mahasiswa mampu menyebutkan serta menjelaskan tokoh-tokoh aliran behaviorisme.
4.      Mahasiswa mampu menyebutkan kelemahan toeri behavioristik.
5.      Mahasiswa mampu menjelaskan kelebihan teori behavioristik.
6.      Mahasiswa mampu menjelaskan implikasi teori belajar behaviorisme terhadap evaluasi pendidikan.
7.      Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan pengertian teori belajar Gestalt.
8.      Mahasiswa mampu menyebutkan serta menjabarkan hukum-hukum gestalt.
9.      Mahasiswa mampu menyebutkan serta menjabarkan prinsip-prinsip gestalt.
10.  Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan konsep belajar menurut teori gestalt.
11.  Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan penerapan teori gestalt dalam KBM.
12.  Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan kelebihan dan kekurangan teori belajar Gestalt.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Behaviorisme
   Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dengan kata lain proses pembelajaran menurut teori Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran lebih menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behaviorisme terletak pada stimulus respon (S-R).
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.
Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng,2006).

2.2 Prinsip-prinsip  dalam  Teori  Behavioristik
a) Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.

2.3 Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme
a) Edward LeeThorndike
Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. teori ini sering disebut teori koneksionisme.

Connectionism ( S-R Bond) adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh Thorndike yang melakukan eksperimen yang terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

b) John Watson
Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi yang berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun keduanya harus dapat diamati dan diukur
c) Clark L. Hull
Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Dorongan belajar (stimulus) dianggap sebagai sebuah kebutuhan biologis agar organisme mampu bertahan hidup.

d) Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

e) Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Respon yang diterima seseorang tidak sesederhana konsep yang dikemukakan tokoh sebelumnya, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.



Operant Conditioningadalah hukum belajar yang dihasilkan oleh B.F. Skinner yang melakukan eksperimen yang terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

1)   Law  fo  perant  conditining  yaitu  jika  timbulnya  perilaku  diiringi  dengan stimulus  penguat,  maka  kekuatan  perilaku  tersebut  akan  meningkat.
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer.
Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.







2.4     Kelemahan Teori Behavioristik
a.       Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati.
b.      Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri.
c.       Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif.
d.      Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.
e.       Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

2.5     Kelebihan Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.

2.6 Implikasi Teori Belajar Behaviorisme Terhadap Evaluasi Pendidikan
   Implikasi teori ini dalam pembelajaran tergantung tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.Teori ini sangat sesuai untuk pengetahuan yang bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Dalam hal ini pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar
Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.
Konsep evaluasi pendidikan sudah sangat jelas dalam teori ini yaitu melalui pengukuran, pengamatan. Sebab seseorang dikatakan belajar bila telah mengalami perubahan perilaku. Akan tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika. Semua aspek materi juga tidak bisa diukur dengan teori ini. Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil akhir dari penggunaan teori ini yaitu perubahan perilaku.

2.7     Pengertian Teori Belajar Gestalt
Max Wertheimer seorang psikolog Jerman merupakan penemu teori Gestalt. Kata Gestalt berasal bahasa Jerman yang berarti konfigurasi atau organisasi. Gestalt merupakan keseluruhan yang penuh arti. Manusia tidak dapat menghayati stimulus-stimulus secara terpisah, tetapi stimulus itu secara bersama-sama serempak ke dalam konfigurasi yang penuh arti. Keseluruhan itu lebih dari jumlah bagian-bagiannya. Prinsip umum gestalt berbunyi :
1)      Keseluruhan adalah primer atau  utama, dan bagian atau unsur merupakan hal skunder atau bukan hal pokok.
2)      Bagian atau unsur tidak mempunyai makna bila tidak dalam konteks keseluruhan.
3)      Keseluruhan bukan sekedar penjumlahan dari bagian.

2.8  Hukum-hukum Gestalt
Melalui berbagai penelitian yang dilakukan oleh tokoh-tokoh gestalt, akhirnya disusunlah hukum-hukum gestalt yang berhubungan dengan pengamatan hukum-hukum gestalt tersebut meliputi (Suryabrata, 1994) dan (Ellis, 1999).
1.      Hukum Pragnanz
Menurut hukum Pragnanz, jika individu mengamati sesuatu objek, maka individu tersebut cenderung memberikan kesan terhadap objek yang diamati. Kesan yang memberi arti didasarkan pada warna, bentuk, ukuran , dan lain sebagainya.
2.      Hukum  Figure-Ground Relationship
Prinsip  figure-ground relationship menyatakan bahwa suatu kenyataan bahwa suatu bidang persepsi dibagi menjadi suatu obyek perhatian (figur) dan suatu bidang diffusi yang merupakan latar belakang. Antara figur dan latar belakang itu saling berhubungan, tergantung perhatian kita. Apabila perhatian kita tertuju pada bidang pertama yang merupakan figur, maka bidang lain merupakan latar belakang. Sebaliknya, jika  perhatian kita tertuju  pada bidang kedua, sebagai figur, maka bidang pertama berganti menjadi latar belakang. Jadi antara figur dan latar belakang itu dapat berganti-ganti sesuai perhatian kita.


3.      Hukum Similarity
Menurut prinsip similarity, apabila kita melakukan pengamatan, maka obyek-obyek yang mempunyai kemiripan (similarity) satu sama lain akan diorganisir ke dalam satu persepsi.
4.      Hukum Proximity (Keterdekatan)
Dalam mengamati suatu objek, kita cenderung ke arah yang berdekatan sebagai satu kesatuan.

2.9    Prinsip Teori Belajar Gestalt
1.      Prinsip Inclusiveness
Adanya kecenderungan merespon obyek dalam lingkungan yang berisi jumlah stimulus yang terbanyak.
2.      Prinsip Commonfate (Kesamaan Arah)
Kecederungan untuk melihat gerakan-gerakan objek dalam arah yang sama sebagai suatu unit persepsi. Objek yang bergerak bersama-sama dalam suatu arah yang sama atau dalam suatu pola yang sama akan dikelompokkan bersama dalam medan persepsi.
3.      Prinsip continuity (Kesinambungan)
Prinsip ini menyatakan bahwa sesuatu yang cenderung membentuk sebuah kesinambungan, maka akan dipersepsikan sebagai sebuah satu kesatuan atau gestalt.
4.      Prinsip Closure (Ketertutupan)
Menyatakan hal-hal yang cenderung tertutup membentuk sebagai  gestalt.


2.10          Konsep Belajar Menurut Teori Gestalt
    Dalam memandang proses belajar, teori gestalt tidak sependapat dengan kaum behavioristik. Kaum behavioristik memandang bahwa belajar merupakan proses stimulus dan  respon serta manusia bersifat mekanistik. Belajar diperoleh melalui trial and error. Sementara  menurut teori gestalt, belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Teori gestalt menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar adalah dipahaminya apa yang dipelajari.  Teori gestalt juga disebut teori insight(Baharuddin & Esa N.W, 2007).

Untuk mengetahui fungsi insight dalam belajar, Wolfgang Kohler melakukan percobaan dengan seekor simpanse yang diberi nama Sultan. Dalam percobaanya, Kohler ingin membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam memecahkan masalah tidak hanya didasarkan pada stimulus respon atau  trial and error saja, tetapi juga disebabkan adanya pemahaman terhadap masalah dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut.  Berikut eksperimen yang dilakukan oleh Kohler sebagaimana diuraikan oleh  Fudyartanto  dalam   Baharuddin   &  Esa  N.W   (2007) :

Eksperimen I
Simpanse dimasukkan dalam sangkar dan di dalam sangkar diletakkan satu tongkat. Kemudian di luar sangkar diberi pisang yang jaraknya telah diatur sehingga pisang tersebut tidak mungkin diraih dengan tangannya. Pisang yang ada di luar sangkar hanya dapat diambil apabila simpanse itu menggunakan tongkat yang ada di dalam sangkar. Pada awalnya simpanse mencoba berkali-kali mengambil pisang dengan tangannya tetapi tidak berhasil. Kemudian akhirnya simpanse tiba-tiba mengambil tongkat yang ada di dalam sangkar untuk  mengambil pisang yang ada di luar sangkar dan simpanse berhasil mengambil pisang yang ada di luar sangkar dengan tongkatnya.

Eksperimen II
Eksperimen II sama dengan eksperimen I, perbedaanya dalam sangkar diletakkan dua tongkat dan pisang yang ada di luar sangkar jaraknya dijauhkan sehingga pisang tersebut tidak mungkin diraih dengan tangan simpanse atau dengan satu tongkat. Untuk meraih pisang yang ada di luar sangkar, simpanse harus mengambilnya dengan menyambung dua tongkat yang ada di dalam sangkar. Pada awalnya simpanse mencoba berkali-kali mengambil pisang dengan satu tongkat tetapi tidak berhasil. Kemudian tiba-tiba simpanse menyambung dua tongkat yang ada di dalam sangkar dan simpanse berhasil mengambil pisang yang ada di luar sangkar dengan menyambung dua tongkat dalam sangkar.

Berdasarkan penelitian Kohler di atas, simpanse dapat memecahkan problem yang dihadapinya dengan insight- nya (pemahaman), dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem yang lainnya.
Penelitian Kohler tersebut telah melahirkan konsep belajar yang menggunakan insight yang sering disebut insightfull learning. Belajar dalam insightfull learning memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut Sumadi suryabarata dalam Baharuddin & Esa NW (2007), insightfull learning memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Insight tergantung pada kemampuan dasar yang dimiliki individu. Masing-masing individu memiliki kemampuan dasar yang berbeda-beda.
2.        Insight tergantung pada pengalaman yang dimiliki individu. Latar belakang pengalaman yang dimiliki masing-masing individu ikut mempengaruhi terbentuknya  insight, akan tetapi pengalaman tidak menjamin terbentuknya insight.
3.       Insight sangat tergantung situasi yang melingkupinya. Belajar insight hanya mungkin terjadi jika situasi belajar diatur sedemikian rupa sehingga semua aspek yang dibutuhkan dapat diobservasi.
4.       Insight  didahului periode mencari dan mencoba. Sebelum memecahkan masalah, individu berusaha memecahkan masalah dengan mencoba-coba sehingga masalah dapat diselesaikan.
5.       Pemecahan masalah dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah.
6.       Jika insight telah terbentuk, problem pada situasi lain dapat dipecahkan.Insight  dapat ditranfer dari satu masalah ke masalah lain. Proses pemecahan masalah yang satu dengan masalah lain dengan menggunakan insight  disebut dengan istilah transposition.

Menurut Woodworth (Sri Rumini, dkk, 1994), pemecahan problem dengan menggunakan insight memiliki karakteristik :
1.      Adanya penjajagan atau pemeriksaan terhadap situasi problem.
2.      Adanya istirahat, sikap memusatkan perhatian.
3.      Mencoba tingkat kesesuaian mode dari respon.
4.      Jika mode dari respon tidak sesuai, mencoba mode respon yang lain, transisi dari metode yang satu ke yang lain terjadi secara cepat dan tiba-tiba.
5.      Frekuensi perhatian kepada tujuan dan motivasi berdekatan.
6.      Nampak titik kritis pada organisme tiba-tiba, langsung dan terbatas, gerakan cukup sesuai.
7.      Siap mengulangi respon yang sesuai setelah sekali terbentuk.
8.      Dapat ditransfer.

2.11  Penerapan Teori Gestalt dalam Kegiatan Belajar Mengajar
   Teori Gestalt merupakan salah satu teori dalam psikologi yang banyak diterapkan dalam dunia pendidikan. Penerapan teori ini terlihat dalam penyusunan kurikulum, metode mengajar serta dalam strategi penyampaian pelajaran.

1.      Penerapan teori gestalt dalam penyusunan Kurikulum
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk SD/MI juga dipengaruhi oleh teori gestalt. Dalam KTSP, kurikulum SD/MI untuk kelas rendah, yakni kelas I-III dilaksanakan dengan pembelajaran tematik atau terpadu. Dalam pembelajaran tematik/terpadu, setiap mata pelajaran tidak dilaksanakan secara terpisah, akan tetapi pembelajaran dilaksanakan secara terpadu melalui tema tertentu. Dalam  tema tersebut memuat berbagai mata pelajaran yang dilaksanakan secara terpadu.
Kurikulum model concentris juga dipengaruhi oleh teori Gestalt. Dalam kurikulumconcentris ini mempunyai pusat yang sama (concentris). Kurikulum pada tingkat rendah, disusun kurikulum dari suatu kesatuan yang utuh. Pada tingkat dasar  diajarkan yang pokok-pokok secara garis besar, kemudian pada tingkat yang lebih tinggi, kurikulum itu diajarkan lagi, tetapi dibahas lebih mengarah ke bagian-bagian lebih mendalam. Sedang di tingkat yang lebih tinggi lagi, kesatuan tersebut tetap digunakan, tetapi dibahas menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih mendalam lagi, begitu seterusnya.

2.      Penerapan teori gestalt dalam penggunaan metode pembelajaran
Teori gestalt telah banyak dijadikan dasar dalam penggunaan metode pembelajaran. pembelajaran dengan menggunakan concept map (peta konsep) merupakan salah satu metode pembelajaran yang didasarkan pada teori gestalt. Pembelajaran melalui concept map, guru sebelum menyampaikan materi secara rinci, guru menyampaikan peta konsep yang menunjukkan hubungan antar pokok materi yang satu dengan lainnya, sehingga hubungan antar pokok materi tersebut membentuk sebuah satu kesatuan.
Teori gestalt dapat diterapkan dengan metode global. Dalam metode global, guru menyampaikan pokok-pokok materi secara umum terlebih dahulu, kemudian baru diterangkan bagian-bagian secara rinci dan mendalam. Metode global secara resmi digunakan dengan istilah metode S.A.S (Struktural Analitis Sintetis).

Saat ini, metode global yang bersumber dari teori gestalt banyak dijadikan dasar dalam belajar membaca. Metode tersebut sering disebut metode membaca global. Metode membaca global dirintis oleh Dr. Ovide De Croly. Menurut Sri Rumini, dkk (1994), proses belajar membaca global dapat dijelaskan sebagai berikut:

·         Pertama kali anak dihadapkan pada cerita pendek yang telah dikenal anak dalam kehidupan keluarga. Cerita ini jelas merupakan satu kesatuan yang telah dikenal anak. Maka dengan mudah anak itu segera dapat membaca seluruhnya secara hafalan. Biarkan murid membaca sambil menunjuk kalimat yang tidak cocok dengan yang diucapkan.
·         Menguraikan cerita pendek tersebut menjadi kalimat-kalimat. Guru secara alamiah (natur) menunjukkan bahwa cerita pendek itu terdiri dari kalimat-kalimat. Misalnya dengan cara :
1)      Kalimat satu dengan lain ditulis dengan warna berbeda.
2)      Kalimat satu dengan yang lain ditulis dengan jarak yang cukup renggang. Biasanya setelah 2/3 minggu murid telah dapat membedakan kalimat yang satu dengan yang lain. Murid telah niteni kalimat-kalimat.
·         Memisahkan kalimat-kalimat menjadi kata-kata. Dapat dengan berbagai cara, misal :
1)      Tiap-tiap kata ditulis dengan warna yang berbeda-beda.
2)      Tiap-tiap kata ditulis agak berjauhan.
3)      Ditulis dengan susunan tiap kata semakin turun.
4)      Dibaca pelan-pelan sambil menunjuk tiap kata.
·         Memisahkan kata-kata menjadi suku kata dengan cara :
1)            Tiap suku kata dengan warna berbeda.
2)            Tiap suku kata diputus dengan batas strip.
3)            Tiap suku kata ditulis agak jauh.
4)            Tiap suku kata ditulis semakin menurun.
5)            Tiap suku kata ditunjuk.
6)            Tiap suku kata dibaca dengan tekanan.
Dalam periode tertentu, setelah murid mengerti suku kata, kemudian diteruskan.
·         Memisahkan suku kata menjadi huruf. Dapat dengan cara :
1)      Tiap huruf ditulis dengan warna berbeda.
2)      Tiap huruf ditulis berpisah.
3)      Tiap huruf ditulis semakin menurun.
Dalam fase ini, barulah murid mengajarkan bunyi tiap-tiap huruf (pertengahan tahun).
1)      Setelah murid mengenal huruf, diajarkan menyusun huruf menjadi suku kata.
2)      Menyusun suku kata menjadi kata
3)      Menyusun kata menjadi kalimat.
Menurut Sri Rumini, dkk (1994:98), metode membaca gestalt memiliki beberapa kebaikan, antara laian:

1.      Murid belajar secara alamiah, sesuai betul dengan prinsip-prinsip persepsi Ilmu Jiwa Gestalt.
2.      Pelajaran itu menarik, tidak menjemukan, karena dimulai dari cerita dan kalimat-kalimat yang mengandung arti.
3.      Sangat sesuai dengan tingkat perkembangan anak masing-masing. Tidak saling mengganggu, tergantung proses persepsinya masing-masing.
4.      Lagu membacanya wajar, tidak tertegun-tegun. Sejak awal murid dilatih langsung membaca, tidak mengeja.
5.      Murid membaca dengan mengerti isinya, sebab bahan bacaan mengandung arti.
6.      Akhirnya murid lebih cepat menguasai membaca yang sebenarnya.

2.12     Kelebihan dan kekurangan teori Gestalt
Kelebihan dari Teori Gestalt ini adalah lebih melihat manusia sebagai seorang individu yang memiliki keunikan, dimana mereka harus berhubungan dengan lingkungan yang ada disekitar mereka. Dengan teori Gestalt yang lebih menekankan akan pentingnya pengertian dalam mempelajari sesuatu, maka akan lebih berhasil dalam mencapai kematangan dalam proses belajar.
Kekurangan dari teori Gestalt ini adalah sesuatu yang dipelajari dimulai dari keseluruhan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan kesulitan dalam proses belajar, sebab beban yang harus ditanggung sangatlah banyak.














BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
   Dari pembahasan Teori Belajar Behaviorisme dan Gestalt dapat kami simpulkan sebagai berikut:

   Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.

   Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik:
a) Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari





   Tokoh-tokoh aliran behaviorisme:
a.       Edward Lee Thomdike
b.      John Watson
c.       Clark L. Hull
d.      Edwin Guthrie
e.       Burrhus Frederic Skinner

Kelemahan teori behavioristik yaitu tidak mengakui adanya stimulus dan respon, kurang memberikan ruang gerak bebas bagi pelajar, tidak kreatif dan produktif. Sedangkan kelebihannya yaitu teori ini mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, sponanitas, kelenturan, reflex.
               Implikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung pada tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.Teori ini sangat sesuai untuk pengetahuan yang bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
 Gestalt merupakan keseluruhan yang penuh arti. Manusia tidak dapat menghayati stimulus-stimulus secara terpisah, tetapi stimulus itu secara bersama-sama serempak ke dalam konfigurasi yang penuh arti.
   Hukum-hukum Gestalt:
a.       Hukum Pragnanz
b.      Hukum Figure-Ground Relationship
c.       Hukum Similarity
d.      Hukum Proximity


Prinsip – prinsip teori belajar Gestalt:
a.       Prinsip Inclusiveness
b.      Prinsip Commonfate (Kesamaan Arah)
c.       Prinsip continuity (Kesinambungan)
d.      Prinsip Closure (Ketertutupan)

Teori Gestalt merupakan salah satu teori dalam psikologi yang banyak diterapkan dalam dunia pendidikan. Penerapan teori ini terlihat dalam penyusunan kurikulum, metode mengajar serta dalam strategi penyampaian pelajaran.

          Kelebihan dari Teori Gestalt ini adalah lebih melihat manusia sebagai seorang individu yang memiliki keunikan, dimana mereka harus berhubungan dengan lingkungan yang ada disekitar mereka. Sedangkan kelebihannya yaitu sesuatu yang dipelajari dimulai dari keseluruhan, maka dikawatirkan akan menimbulkan kesulitan dalam proses belajar, sebab beban yang harus ditanggung sangatlah banyak.

3.2 Saran
                         Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa penyusun makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri. Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulis dan penyusun makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa Universitas Galuh Ciamis. Sehingga teori belajar Behaviorisme & Gestalt ini bisa dijadikan salah satu pilihan yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran karena teori ini dapat menjadikan siswa lebih memiliki spontanitas , kecepatan, serta mampu berhubungan dengan lingkungan sekitar mereka. Selain itu juga bisa membantu siswa memahami materi dengan lebih baik.



















KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “Kurikulum dan Pembelajaran”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran di program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Galuh. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu selaku dosen pembimbing mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Ciamis, Oktober 2015

Penulis




DAFTAR PUSTAKA

Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution. Teori Belajar dan Pembelajaran, Medan :Perdana Publishing, 2011.  

Syaiful bahri Djamarah. Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011.

Abu Ahmad & Widodo Aupriyono. Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991.

Dikutip dari : Afi.afhiee.blogspot.com.co.id.13/10/2015.















DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah .......................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
       2.1 Pengertian Teori Belajar Behaviorisme ...................................................... 4
2.2 Prinsip-prinsip dalam Teori Behavioristik ................................................. 6
2.3 Tokoh-tokoh Aliran Behaviorisme .............................................................. 6
2.4 Kelemahan Teori Behavioristik ................................................................. 10
2.5 Kelebihan Teori Behavioristik ................................................................... 10
2.6 Implikasi Teori Belajar Behaviorisme Terhadap Evaluasi Pendidikan. 10
2.7 Pengertian Teori Belajar Gestalt ............................................................... 11
2.8 Hukum-hukum Gestalt ............................................................................... 12
2.9 Prinsip Teori Belajar Gestalt ..................................................................... 13
2.10 Konsep Belajar Menurut Teori Gestalt ................................................... 14
2.11 Penerapan Teori Gestalt dalam KBM ..................................................... 17
2.12 Kelebihan dan Kekurangan Teori Gestalt .............................................. 21

BAB III PENUTUP
       3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 22
3.2 Saran ............................................................................................................ 24
TEORI BELAJAR BEHAVIORISME DAN GESTALT

Di ajukan untuk memenuhi tugas
Kurikulum dan Pembelajaran
Dosen pengampuh : Dedeh Rukaesih

Oleh

     Heni Yuliana (2C)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2015