BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Teori-teori belajar bermunculan seiring
dengan perkembangan teori psikologi. Diantaranya yaitu teori belajar yang
terkenal adalah teori belajar behaviorisme dan teori belajar Gestalt dengan
tokohnya B.F. Skinner, Thorndike, Watson, Kohler, Esa NW, dan lain-lain.
Dikatakan bahwa, teori-teori belajar hasil eksperimen mereka secara prinsipal
bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah
yang nyata dan dapat diukur.
Pengajaran identik dengan
pendidikan. Proses pengajaran adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan
pendidikan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengajaran adalah suatu
proses aktivitas mengajar belajar, di dalamnya terdapat dua obyek yang saling
terlibat yaitu guru dan peserta didik.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Adanya
proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan memungkinkan
belajar menjadi lebih baik dan efisien. Dalam makalah ini akan menjelaskan
tentang teori belajar Behaviorisme dan teori belajar Gestalt.
1.2 Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini tidak lari
dari sub pembahasan ada baiknya pemakalah rumuskan masalah-masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini, antara lain :
1.
Apa
pengertian teori belajar behaviorisme?
2.
Apa saja
prinsip-prinsip dalam teori behaviorisme?
3.
Siapa
saja tokoh-tokoh aliran behaviorisme?
4.
Apa kelemahan
teori behavioristik?
5.
Apa
kelebiahan teori behavioristik?
6.
Bagaimana
implikasi teori belajar behaviorisme terhadap evaluasi pendidikan?
7.
Apa
pengertian teori belajar Gestalt?
8.
Apa
saja hukum-hukum Gestalt?
9.
Apa
saja prinsip-prinsip Gestalt?
10. Bagaimana konsep belajar menurut teori Gestalt?
11. Bagaimana penerapan teori belajar Gestalt
dalam KBM?
12. Apa kelebihan dan kekurangan teori belajar
Gestalt?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1.
Mahasiswa
mampu menjelaskan serta menjabarkan pengertian teori belajar behaviorisme.
2.
Mahasiswa
mampu menyebutkan prinsip-prinsip dalam teori behaviorisme.
3.
Mahasiswa
mampu menyebutkan serta menjelaskan tokoh-tokoh aliran behaviorisme.
4.
Mahasiswa
mampu menyebutkan kelemahan toeri behavioristik.
5.
Mahasiswa
mampu menjelaskan kelebihan teori behavioristik.
6.
Mahasiswa
mampu menjelaskan implikasi teori belajar behaviorisme terhadap evaluasi
pendidikan.
7.
Mahasiswa
mampu menjelaskan serta menjabarkan pengertian teori belajar Gestalt.
8.
Mahasiswa
mampu menyebutkan serta menjabarkan hukum-hukum gestalt.
9.
Mahasiswa
mampu menyebutkan serta menjabarkan prinsip-prinsip gestalt.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan
konsep belajar menurut teori gestalt.
11. Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan
penerapan teori gestalt dalam KBM.
12. Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan
kelebihan dan kekurangan teori belajar Gestalt.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Behaviorisme
Teori belajar
behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
tidaknya perubahan tingkah laku. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Behaviorisme merupakan
salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam
suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian
rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dengan kata lain proses
pembelajaran menurut teori Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran lebih
menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon
yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behaviorisme
terletak pada stimulus respon (S-R).
Menurut teori
behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon.
Stimulus adalah apa saja
yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Tujuan pembelajaran
menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan
belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti
urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada
respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and
pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila
siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan
bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang
sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran.
Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan siswa secara individual (Degeng,2006).
2.2 Prinsip-prinsip dalam
Teori Behavioristik
a) Obyek psikologi
adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah
laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan pembentukan
kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan
terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari
kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.
2.3 Tokoh-Tokoh Aliran
Behaviorisme
a) Edward LeeThorndike
Menurutnya belajar
merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau
tindakan. teori ini sering disebut teori koneksionisme.
Connectionism ( S-R
Bond) adalah
hukum belajar yang dihasilkan oleh Thorndike yang melakukan eksperimen yang
terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law of Effect;
artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang
terjadi antara Stimulus- Respons.
2) Law of
Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit),
dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3) Law of
Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan
semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila
jarang atau tidak dilatih.
b) John Watson
Kajian tentang belajar
disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi yang
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati
dan diukur. Belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun keduanya harus dapat diamati dan diukur
c) Clark L. Hull
Semua fungsi tingkah
laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup.
Dorongan belajar (stimulus) dianggap sebagai sebuah kebutuhan biologis agar
organisme mampu bertahan hidup.
d) Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie
yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang
disertai suatu gerakan. Hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam
proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah
tingkah laku seseorang.
e) Burrhus Frederic
Skinner
Konsep-konsep yang
dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya.
Respon yang diterima seseorang tidak sesederhana konsep yang dikemukakan tokoh
sebelumnya, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi
dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan.
Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi
inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
Operant Conditioningadalah hukum belajar
yang dihasilkan oleh B.F. Skinner yang melakukan eksperimen
yang terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1) Law fo
perant conditining yaitu jika
timbulnya perilaku diiringi
dengan stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan meningkat.
2) Law of
operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah,
2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons
dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer.
Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak
sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical
conditioning.
2.4
Kelemahan Teori Behavioristik
a.
Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati.
b.
Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk
berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri.
c.
Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak
produktif.
d.
Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.
e.
Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar
diri pebelajar.
2.5
Kelebihan Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan
kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.
2.6 Implikasi Teori Belajar Behaviorisme Terhadap Evaluasi Pendidikan
Implikasi teori ini dalam pembelajaran
tergantung tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.Teori ini sangat
sesuai untuk pengetahuan yang bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Dalam hal ini pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar
Menurut teori
behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang
dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh
hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat
(reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement)
responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat
belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut
sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi
dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut
negative reinforcement.
Konsep evaluasi
pendidikan sudah sangat jelas dalam teori ini yaitu melalui pengukuran,
pengamatan. Sebab seseorang dikatakan belajar bila telah mengalami perubahan
perilaku. Akan tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua hasil belajar bisa
diamati dan diukur, paling tidak dalam tempo seketika. Semua aspek materi juga
tidak bisa diukur dengan teori ini. Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil akhir
dari penggunaan teori ini yaitu perubahan perilaku.
2.7 Pengertian Teori Belajar
Gestalt
Max
Wertheimer seorang psikolog Jerman merupakan penemu teori Gestalt. Kata Gestalt
berasal bahasa Jerman yang berarti konfigurasi atau organisasi. Gestalt merupakan
keseluruhan yang penuh arti. Manusia tidak dapat menghayati stimulus-stimulus
secara terpisah, tetapi stimulus itu secara bersama-sama serempak ke dalam
konfigurasi yang penuh arti. Keseluruhan itu lebih dari jumlah
bagian-bagiannya. Prinsip umum gestalt berbunyi :
1)
Keseluruhan adalah primer atau utama, dan bagian atau unsur merupakan hal
skunder atau bukan hal pokok.
2)
Bagian atau unsur tidak mempunyai makna bila tidak dalam konteks keseluruhan.
3)
Keseluruhan bukan sekedar penjumlahan dari bagian.
2.8 Hukum-hukum Gestalt
Melalui
berbagai penelitian yang dilakukan oleh tokoh-tokoh gestalt, akhirnya
disusunlah hukum-hukum gestalt yang berhubungan dengan pengamatan hukum-hukum
gestalt tersebut meliputi (Suryabrata, 1994) dan (Ellis, 1999).
1.
Hukum Pragnanz
Menurut hukum Pragnanz, jika
individu mengamati sesuatu objek, maka individu tersebut cenderung memberikan
kesan terhadap objek yang diamati. Kesan yang memberi arti didasarkan pada
warna, bentuk, ukuran , dan lain sebagainya.
2.
Hukum Figure-Ground Relationship
Prinsip figure-ground
relationship menyatakan bahwa suatu kenyataan bahwa suatu bidang
persepsi dibagi menjadi suatu obyek perhatian (figur) dan suatu bidang diffusi
yang merupakan latar belakang. Antara figur dan latar belakang itu saling
berhubungan, tergantung perhatian kita. Apabila perhatian kita tertuju pada
bidang pertama yang merupakan figur, maka bidang lain merupakan latar belakang.
Sebaliknya, jika perhatian kita tertuju pada bidang kedua, sebagai figur,
maka bidang pertama berganti menjadi latar belakang. Jadi antara figur dan
latar belakang itu dapat berganti-ganti sesuai perhatian kita.
3.
Hukum Similarity
Menurut prinsip similarity, apabila
kita melakukan pengamatan, maka obyek-obyek yang mempunyai kemiripan (similarity)
satu sama lain akan diorganisir ke dalam satu persepsi.
4.
Hukum Proximity (Keterdekatan)
Dalam mengamati suatu objek, kita cenderung ke
arah yang berdekatan sebagai satu kesatuan.
2.9 Prinsip Teori Belajar
Gestalt
1.
Prinsip Inclusiveness
Adanya kecenderungan merespon obyek dalam
lingkungan yang berisi jumlah stimulus yang terbanyak.
2.
Prinsip Commonfate (Kesamaan Arah)
Kecederungan untuk melihat gerakan-gerakan objek
dalam arah yang sama sebagai suatu unit persepsi. Objek yang bergerak
bersama-sama dalam suatu arah yang sama atau dalam suatu pola yang sama akan
dikelompokkan bersama dalam medan persepsi.
3.
Prinsip continuity
(Kesinambungan)
Prinsip ini menyatakan bahwa sesuatu yang
cenderung membentuk sebuah kesinambungan, maka akan dipersepsikan sebagai
sebuah satu kesatuan atau gestalt.
4.
Prinsip Closure (Ketertutupan)
Menyatakan hal-hal yang cenderung tertutup
membentuk sebagai gestalt.
2.10
Konsep Belajar Menurut Teori Gestalt
Dalam
memandang proses belajar, teori gestalt tidak sependapat dengan kaum
behavioristik. Kaum behavioristik memandang bahwa belajar merupakan proses
stimulus dan respon serta manusia bersifat mekanistik. Belajar diperoleh
melalui trial and error. Sementara menurut teori gestalt,
belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman (insight). Teori
gestalt menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar adalah
dipahaminya apa yang dipelajari. Teori gestalt juga disebut teori insight(Baharuddin
& Esa N.W, 2007).
Untuk
mengetahui fungsi insight dalam belajar, Wolfgang Kohler
melakukan percobaan dengan seekor simpanse yang diberi nama Sultan. Dalam
percobaanya, Kohler ingin membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam memecahkan
masalah tidak hanya didasarkan pada stimulus respon atau trial
and error saja, tetapi juga disebabkan adanya pemahaman terhadap
masalah dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut. Berikut
eksperimen yang dilakukan oleh Kohler sebagaimana diuraikan oleh
Fudyartanto dalam Baharuddin &
Esa N.W (2007) :
Eksperimen I
Simpanse dimasukkan
dalam sangkar dan di dalam sangkar diletakkan satu tongkat. Kemudian di luar
sangkar diberi pisang yang jaraknya telah diatur sehingga pisang tersebut tidak
mungkin diraih dengan tangannya. Pisang yang ada di luar sangkar hanya dapat
diambil apabila simpanse itu menggunakan tongkat yang ada di dalam sangkar.
Pada awalnya simpanse mencoba berkali-kali mengambil pisang dengan tangannya
tetapi tidak berhasil. Kemudian akhirnya simpanse tiba-tiba mengambil tongkat
yang ada di dalam sangkar untuk mengambil pisang yang ada di luar sangkar
dan simpanse berhasil mengambil pisang yang ada di luar sangkar dengan
tongkatnya.
Eksperimen II
Eksperimen II sama
dengan eksperimen I, perbedaanya dalam sangkar diletakkan dua tongkat dan
pisang yang ada di luar sangkar jaraknya dijauhkan sehingga pisang tersebut
tidak mungkin diraih dengan tangan simpanse atau dengan satu tongkat. Untuk
meraih pisang yang ada di luar sangkar, simpanse harus mengambilnya dengan
menyambung dua tongkat yang ada di dalam sangkar. Pada awalnya simpanse mencoba
berkali-kali mengambil pisang dengan satu tongkat tetapi tidak berhasil.
Kemudian tiba-tiba simpanse menyambung dua tongkat yang ada di dalam sangkar
dan simpanse berhasil mengambil pisang yang ada di luar sangkar dengan
menyambung dua tongkat dalam sangkar.
Berdasarkan
penelitian Kohler di atas, simpanse dapat memecahkan problem yang dihadapinya
dengan insight- nya (pemahaman), dan ia akan
mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem yang
lainnya.
Penelitian Kohler
tersebut telah melahirkan konsep belajar yang menggunakan insight yang
sering disebut insightfull learning. Belajar dalam insightfull
learning memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut Sumadi suryabarata dalam
Baharuddin & Esa NW (2007), insightfull learning memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Insight tergantung pada kemampuan dasar yang dimiliki individu. Masing-masing
individu memiliki kemampuan dasar yang berbeda-beda.
2.
Insight tergantung pada pengalaman yang dimiliki individu.
Latar belakang pengalaman yang dimiliki masing-masing individu ikut
mempengaruhi terbentuknya insight, akan tetapi pengalaman
tidak menjamin terbentuknya insight.
3.
Insight sangat tergantung situasi yang melingkupinya.
Belajar insight hanya mungkin terjadi jika situasi belajar
diatur sedemikian rupa sehingga semua aspek yang dibutuhkan dapat diobservasi.
4.
Insight didahului periode mencari dan mencoba.
Sebelum memecahkan masalah, individu berusaha memecahkan masalah dengan
mencoba-coba sehingga masalah dapat diselesaikan.
5.
Pemecahan masalah dengan menggunakan insight dapat
diulangi dengan mudah.
6.
Jika insight telah terbentuk, problem pada
situasi lain dapat dipecahkan.Insight dapat ditranfer dari
satu masalah ke masalah lain. Proses pemecahan masalah yang satu dengan masalah
lain dengan menggunakan insight disebut dengan
istilah transposition.
Menurut Woodworth (Sri
Rumini, dkk, 1994), pemecahan problem dengan menggunakan insight memiliki
karakteristik :
1.
Adanya penjajagan atau pemeriksaan terhadap situasi problem.
2.
Adanya istirahat, sikap memusatkan perhatian.
3.
Mencoba tingkat kesesuaian mode dari respon.
4.
Jika mode dari respon tidak sesuai, mencoba mode respon yang lain,
transisi dari metode yang satu ke yang lain terjadi secara cepat dan tiba-tiba.
5.
Frekuensi perhatian kepada tujuan dan motivasi berdekatan.
6.
Nampak titik kritis pada organisme tiba-tiba, langsung dan
terbatas, gerakan cukup sesuai.
7.
Siap mengulangi respon yang sesuai setelah sekali terbentuk.
8.
Dapat ditransfer.
2.11 Penerapan Teori
Gestalt dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Teori Gestalt merupakan salah satu teori dalam psikologi yang
banyak diterapkan dalam dunia pendidikan. Penerapan teori ini terlihat dalam
penyusunan kurikulum, metode mengajar serta dalam strategi penyampaian pelajaran.
1.
Penerapan teori gestalt dalam penyusunan Kurikulum
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk
SD/MI juga dipengaruhi oleh teori gestalt. Dalam KTSP, kurikulum SD/MI untuk
kelas rendah, yakni kelas I-III dilaksanakan dengan pembelajaran tematik atau
terpadu. Dalam pembelajaran tematik/terpadu, setiap mata pelajaran tidak
dilaksanakan secara terpisah, akan tetapi pembelajaran dilaksanakan secara
terpadu melalui tema tertentu. Dalam tema tersebut memuat berbagai mata
pelajaran yang dilaksanakan secara terpadu.
Kurikulum model concentris juga
dipengaruhi oleh teori Gestalt. Dalam kurikulumconcentris ini
mempunyai pusat yang sama (concentris). Kurikulum pada tingkat rendah,
disusun kurikulum dari suatu kesatuan yang utuh. Pada tingkat dasar diajarkan
yang pokok-pokok secara garis besar, kemudian pada tingkat yang lebih tinggi,
kurikulum itu diajarkan lagi, tetapi dibahas lebih mengarah ke bagian-bagian
lebih mendalam. Sedang di tingkat yang lebih tinggi lagi, kesatuan tersebut
tetap digunakan, tetapi dibahas menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih mendalam
lagi, begitu seterusnya.
2.
Penerapan teori gestalt dalam penggunaan metode pembelajaran
Teori gestalt telah banyak dijadikan dasar dalam
penggunaan metode pembelajaran. pembelajaran dengan menggunakan concept
map (peta konsep) merupakan salah satu metode pembelajaran yang
didasarkan pada teori gestalt. Pembelajaran melalui concept map, guru
sebelum menyampaikan materi secara rinci, guru menyampaikan peta konsep yang
menunjukkan hubungan antar pokok materi yang satu dengan lainnya, sehingga
hubungan antar pokok materi tersebut membentuk sebuah satu kesatuan.
Teori gestalt dapat diterapkan dengan metode
global. Dalam metode global, guru menyampaikan pokok-pokok materi secara umum
terlebih dahulu, kemudian baru diterangkan bagian-bagian secara rinci dan
mendalam. Metode global secara resmi digunakan dengan istilah metode S.A.S (Struktural
Analitis Sintetis).
Saat
ini, metode global yang bersumber dari teori gestalt banyak dijadikan dasar
dalam belajar membaca. Metode tersebut sering disebut metode membaca global.
Metode membaca global dirintis oleh Dr. Ovide De Croly. Menurut Sri Rumini, dkk
(1994), proses belajar membaca global dapat dijelaskan sebagai berikut:
·
Pertama kali anak dihadapkan pada cerita pendek yang telah dikenal
anak dalam kehidupan keluarga. Cerita ini jelas merupakan satu kesatuan yang
telah dikenal anak. Maka dengan mudah anak itu segera dapat membaca seluruhnya
secara hafalan. Biarkan murid membaca sambil menunjuk kalimat yang tidak cocok
dengan yang diucapkan.
·
Menguraikan cerita pendek tersebut menjadi kalimat-kalimat. Guru
secara alamiah (natur) menunjukkan bahwa cerita pendek itu terdiri dari
kalimat-kalimat. Misalnya dengan cara :
1)
Kalimat satu dengan lain ditulis dengan warna berbeda.
2)
Kalimat satu dengan yang lain ditulis dengan jarak yang cukup renggang.
Biasanya setelah 2/3 minggu murid telah dapat membedakan kalimat yang satu
dengan yang lain. Murid telah niteni kalimat-kalimat.
·
Memisahkan kalimat-kalimat menjadi kata-kata. Dapat dengan
berbagai cara, misal :
1)
Tiap-tiap kata ditulis dengan warna yang berbeda-beda.
2)
Tiap-tiap kata ditulis agak berjauhan.
3)
Ditulis dengan susunan tiap kata semakin turun.
4)
Dibaca pelan-pelan sambil menunjuk tiap kata.
·
Memisahkan kata-kata menjadi suku kata dengan cara :
1)
Tiap suku kata dengan warna berbeda.
2)
Tiap suku kata diputus dengan batas strip.
3)
Tiap suku kata ditulis agak jauh.
4)
Tiap suku kata ditulis semakin menurun.
5)
Tiap suku kata ditunjuk.
6)
Tiap suku kata dibaca dengan tekanan.
Dalam periode tertentu,
setelah murid mengerti suku kata, kemudian diteruskan.
·
Memisahkan suku kata menjadi huruf. Dapat dengan cara :
1)
Tiap huruf ditulis dengan warna berbeda.
2)
Tiap huruf ditulis berpisah.
3)
Tiap huruf ditulis semakin menurun.
Dalam fase ini, barulah
murid mengajarkan bunyi tiap-tiap huruf (pertengahan tahun).
1)
Setelah murid mengenal huruf, diajarkan menyusun huruf menjadi suku kata.
2)
Menyusun suku kata menjadi kata
3)
Menyusun kata menjadi kalimat.
Menurut Sri Rumini, dkk
(1994:98), metode membaca gestalt memiliki beberapa kebaikan, antara laian:
1.
Murid belajar secara alamiah, sesuai betul dengan prinsip-prinsip
persepsi Ilmu Jiwa Gestalt.
2.
Pelajaran itu menarik, tidak menjemukan, karena dimulai dari
cerita dan kalimat-kalimat yang mengandung arti.
3.
Sangat sesuai dengan tingkat perkembangan anak masing-masing.
Tidak saling mengganggu, tergantung proses persepsinya masing-masing.
4.
Lagu membacanya wajar, tidak tertegun-tegun. Sejak awal murid
dilatih langsung membaca, tidak mengeja.
5.
Murid membaca dengan mengerti isinya, sebab bahan bacaan
mengandung arti.
6.
Akhirnya murid lebih cepat menguasai membaca yang sebenarnya.
2.12 Kelebihan dan kekurangan teori Gestalt
Kelebihan dari Teori Gestalt ini adalah lebih melihat
manusia sebagai seorang individu yang memiliki keunikan, dimana mereka harus
berhubungan dengan lingkungan yang ada disekitar mereka. Dengan teori Gestalt
yang lebih menekankan akan pentingnya pengertian dalam mempelajari sesuatu,
maka akan lebih berhasil dalam mencapai kematangan dalam proses belajar.
Kekurangan dari teori Gestalt ini adalah sesuatu yang
dipelajari dimulai dari keseluruhan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan
kesulitan dalam proses belajar, sebab beban yang harus ditanggung sangatlah
banyak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan
Teori Belajar Behaviorisme dan Gestalt dapat kami simpulkan sebagai berikut:
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah
cukup lama dianut oleh para pendidik. Behaviorisme merupakan salah satu aliran
psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik:
a) Obyek psikologi
adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah
laku di kembalikan pada reflek.
c) Mementingkan
pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku nyata dan
terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari
kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari
Tokoh-tokoh aliran
behaviorisme:
a.
Edward Lee Thomdike
b.
John Watson
c.
Clark L. Hull
d.
Edwin Guthrie
e.
Burrhus Frederic Skinner
Kelemahan teori
behavioristik yaitu tidak mengakui adanya stimulus dan respon, kurang
memberikan ruang gerak bebas bagi pelajar, tidak kreatif dan produktif.
Sedangkan kelebihannya yaitu teori ini mengandung unsur-unsur seperti
kecepatan, sponanitas, kelenturan, reflex.
Implikasi teori
belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung pada tujuan pembelajaran,
sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia.Teori ini sangat sesuai untuk pengetahuan yang
bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Gestalt merupakan keseluruhan yang penuh arti.
Manusia tidak dapat menghayati stimulus-stimulus secara terpisah, tetapi
stimulus itu secara bersama-sama serempak ke dalam konfigurasi yang penuh arti.
Hukum-hukum Gestalt:
a.
Hukum Pragnanz
b.
Hukum Figure-Ground Relationship
c.
Hukum Similarity
d.
Hukum Proximity
Prinsip
– prinsip teori belajar Gestalt:
a.
Prinsip Inclusiveness
b.
Prinsip Commonfate (Kesamaan Arah)
c.
Prinsip continuity
(Kesinambungan)
d.
Prinsip Closure (Ketertutupan)
Teori
Gestalt merupakan salah satu teori dalam psikologi yang banyak diterapkan dalam
dunia pendidikan. Penerapan teori ini terlihat dalam penyusunan kurikulum,
metode mengajar serta dalam strategi penyampaian pelajaran.
Kelebihan dari Teori
Gestalt ini adalah lebih melihat manusia sebagai seorang individu yang memiliki
keunikan, dimana mereka harus berhubungan dengan lingkungan yang ada disekitar
mereka. Sedangkan kelebihannya yaitu sesuatu yang dipelajari dimulai dari
keseluruhan, maka dikawatirkan akan menimbulkan kesulitan dalam proses belajar,
sebab beban yang harus ditanggung sangatlah banyak.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini,
penulis menyadari bahwa penyusun makalah ini tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa
penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri. Akhirnya penulis hanya bisa berharap,
bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulis dan penyusun makalah ini adalah
ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi
penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa Universitas Galuh Ciamis. Sehingga
teori belajar Behaviorisme & Gestalt ini bisa dijadikan salah satu pilihan
yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran karena teori ini dapat menjadikan
siswa lebih memiliki spontanitas , kecepatan, serta mampu berhubungan dengan
lingkungan sekitar mereka. Selain itu juga bisa membantu siswa memahami materi
dengan lebih baik.
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah “Kurikulum dan Pembelajaran”. Kemudian shalawat beserta salam
kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu
tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran di program studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Universitas Galuh. Selanjutnya penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu selaku dosen pembimbing mata kuliah
Kurikulum dan Pembelajaran dan kepada segenap pihak yang telah memberikan
bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa
banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Ciamis, Oktober 2015
Penulis
DAFTAR
PUSTAKA
Al Rasyidin &
Wahyudin Nur Nasution. Teori Belajar
dan Pembelajaran, Medan :Perdana Publishing, 2011.
Syaiful bahri
Djamarah. Psikologi Belajar, Jakarta
: Rineka Cipta, 2011.
Abu Ahmad &
Widodo Aupriyono. Psikologi Belajar, Jakarta
: Rineka Cipta, 1991.
Dikutip dari :
Afi.afhiee.blogspot.com.co.id.13/10/2015.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................
2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah ..........................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori
Belajar Behaviorisme ...................................................... 4
2.2 Prinsip-prinsip dalam Teori Behavioristik .................................................
6
2.3 Tokoh-tokoh Aliran Behaviorisme ..............................................................
6
2.4 Kelemahan Teori Behavioristik .................................................................
10
2.5 Kelebihan Teori Behavioristik ...................................................................
10
2.6 Implikasi Teori Belajar Behaviorisme Terhadap Evaluasi Pendidikan. 10
2.7 Pengertian Teori Belajar Gestalt ...............................................................
11
2.8 Hukum-hukum Gestalt ...............................................................................
12
2.9 Prinsip Teori Belajar Gestalt .....................................................................
13
2.10 Konsep Belajar Menurut Teori Gestalt ...................................................
14
2.11 Penerapan Teori Gestalt dalam KBM .....................................................
17
2.12 Kelebihan dan Kekurangan Teori Gestalt ..............................................
21
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.................................................................................................
22
3.2 Saran
............................................................................................................
24
TEORI BELAJAR
BEHAVIORISME DAN GESTALT
Di ajukan untuk memenuhi tugas
Kurikulum dan Pembelajaran
Dosen pengampuh : Dedeh Rukaesih
Oleh
Heni Yuliana (2C)
PRODI PENDIDIKAN BAHASA
DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2015